“Untuk hidup dalam kehidupan kreatif, kita harus menghilangkan rasa ketakukan untuk melakukan kesalahan.” - Joseph Chilton Pearce –
Satu alasan yang terbesar mengapa anda kemungkinan tidak memelihara sisi kreatif anda adalah karena alasan takut. Takut untuk melakukan kesalahan, takut untuk melakukan sesuatu tidak seperti yang sebenarnya, takut ini dan takut itu. “Bagaimana kalau kacau jadinya?”. “Bagaimana kalau orang menertawai saya nanti?”.”Bagaimana kalau ini hanya tindakan bodoh?”. Sayangnya, hal itu akan terjadi nantinya. Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan sesekali. Tapi itu tidak menjadi masalah karena itu adalah proses kehidupan juga. Bahkan Thomas Alva Edison mengalami ribuan kali kegagalan sebelum dia menemukan cara menyempurnakan lampu listrik yang diciptakannya. Dia tidak memandang hal itu sebagai kegagalan. Dia hanya menemukan ribuan cara yang tidak berhasil dan terus mencarinya sampai akhirnya menemukan cara yang berhasil.
Mengapa kita takut akan kesalahan? Mungkin kebiasaan yang sudah terbangun ketika kita di sekolah. Sejak kecil kita diajarkan untuk tidak pernah membiarkan kesalahan menjadi sebuah hal yang bisa diterima layaknya sebuah hal biasa. Mengagungkan kebenaran, kepastian, fakta adalah salah satu kebiasaan yang terbentuk di sekolah ketika kita masih kecil. Kita diajarkan belajar dan mengukur diri dari nilai yang ada pada rapor kita. Nilai 10 adalah sempurna dan dibawah nilai 5 itu tidak baik. Seakan-akan kita semua dipaksa berbuat sebaik mungkin. Kalau nilai kitarendah maka kita adalah orang bodoh.
Semua anak mengejar nilai sempurna. Semua memaksakan diri untuk bisa meraih nilai yang terbaik. Lepas dari suka atau tidak dengan pelajarannya. Yang lucunya, semua kita dipaksa suka dengan jenis pelajaran yang diatur oleh orang lain. Kita mengikuti standar orang lain. Kita harus sama dengan orang lain. Semua itu memang seakan-akan sudah standar masyarakat kita. Tapi apa akibatnya? Perlahan-lahan jumlah orang yang tidak kreatif semakin besar. Dan jumlah orang kreatif semakin kalah dibanding kebanyakan. Sehingga kita selalu takjub dengan orang kreatif. Padahal sebenarnya kita semua lahir sama sebagai manusia yang berpotensi kreatif.
Disekolah pula kita diajarkan untuk menghindari kesalahan. Kita diajarkan apa yang benar dan apa yang salah. Sepertinya seimbang bukan? Masalahnya kita hanya diasupi apa yang benar dan tidak diperkenankan mencoba yang salah. Seakan-akan kesalahan itu adalah dosa. Padahal pada kenyataanya manusia banyak memperbaiki dirinya dari kesalahan. Penemuan banyak dibuat berdasarkan kesalahan dan perbaikan akan kesalahan itu. Hidup tidak pernah sempurna dan langsung menemukan solusi untuk semua masalah yang ada.
Kalaupun sekarang guru memberikan ruang untuk salah, tetap tidak sebanding dengan pelajaran yang bisa didapatkan dari kesalahan itu. Berbuat salah selalu mendatangkan predikat lain seperti tolol, bodoh, tidak cakap, lamban berpikir. Pasti anda pernah diejek demikian bukan? Apakah benar kita seperti itu? Apa tolak ukurnya? Apakah karena anda berbuat kesalahan beberapa kali di awal pelajaran maka itulah anda untuk selamanya? Terlalu parah kita menilai sebuah kesalahan. Kita bukan berarti mengabaikan kesalahan, malah kita bisa belajar dari kesalahan itu. Banyak informasi yang bisa kita gunakan ketika kita berbuat salah.
Jangan pernah takut untuk membuat kesalahan. Ingatlah bahwa perfeksionisme adalah penghalang untuk kreativitas anda (kita akan bahas pada bab lain lebih jauh). Albert Einstein mencatat “Seseorang yang tidak pernah melakukan kesalahan tidak pernah mencoba hal yang baru”. Jangan biarkan ketakutan menghalangi anda menjadi seorang yang kreatif. Anda tidak akan belajar banyak dari kemenangan dibanding dari kekalahan yang anda alami. Kesilapan yang anda lakukan akan mengajarkan anda lebih mendalam daripada rasa bangga akan keberhasilan.
Ketakutan melakukan kesalahan melahirkan kebiasaan yang buruk. Yaitu pasif dan menerima kondisi tanpa mau berbuat apapun. Banyak orang yang mengeluh dan berpendapat ini itu untuk memperbaiki keadaan. Namun tidak ada yang berani melakukan aksi. Hal itu adalah salah satu bentuk kreativitas yang hanya setengah jalan. Berpikir bisa merubah sesuatu tanpa berbuat sebenarnya juga adalah bentuk kegilaan tersendiri. Berharap tapi tidak bertindak, sebuah penyakit masyarakat saat ini.
Kondisi itu malah mengundang pertanyaan yang menggelitik. Bisakah anda menjadi seorang pelopor? Beranikah anda melakukan satu perubahan pada diri anda, atau bahkan pada lingkungan anda? Siapkah anda dianggap sebagai seorang uang nyentrik dan ditertawakan orang karena ide anda dianggap bodoh?
Katakan anda berani, orang menilai anda nekat. Tapi anda punya perhitungan sendiri. Dan sialnya kejadian buruk pun menimpa. Ide anda tadi ternyata gagal. Dan kini jumlah orang yang mengejek anda semakin besar. Mereka menertawakan anda sampai lama, bahkan ketika anda datang dengan ide yang baru. Malah lebih malangnya, orang yang tadi mau mendukung ide anda kini malah mengatakan kepada anda agar mundur dan tidak memaksakan diri. Anda coba bertahan dan yakin dengan ide anda
yang baru. Sampai kapan anda bisa melakukan konsistensi seperti itu? Atau anda sekarang sudah mau mundur dan melupakan semua keinginan anda? Banyak orang yang segera mundur hanya pada kegagalan pertama tadi, dan sedikit yang mau maju lagi dengan ide yang baru. Masyarakat kita seakan-akan sudah terbiasa untuk segera “menebang” satu ide yang gagal dan tidak menerima ide berikutnya yang lain. Si pemberi ide pertama langsung dicap sebagai pecundang dan dimasukkan ke daftar black list.
Katakan saja anda tetap bernyali dan masuk ke jenis manusia “tidak mau menyerah” dan “tidak tahu malu”. Anda maju dengan ide yang sudah anda perbaiki berdasarkan kegagalan yang lalu. Anda mematangkan ide ini dan mempelajari kesalahan yang anda perbuat. Anda juga sudah mengadakan pengkajian ulang dengan pendekatan baru terhadap masalah. Kini anda yakin dan mau mencoba. Dan ternyata hasilnya? Kali ini ide anda berhasil. Anda bisa menyelesaikan masalah walaupun kali ini anda mengerjakannya sendiri tanpa dukungan siapapun.
Anehnya, orang yang menertawai anda bukannya malu atau meminta maaf karena sudah mengejek anda sebelumnya. Mereka malah menyambut anda sebagai seorang yang kreatif. Mereka memuji anda, memamerkan anda kepada yang lain. Seakan-akan mereka lupa bahwa mereka tadi mengejek anda dan memandang rendah kepada ide-ide anda. Hanya ada beberapa orang yang mengaku kilaf dengan pandangan mereka. Tapi itulah hidup, penuh dengan orang yang begitu mudah untuk menyerah, dan secara kolektif tidak mau berupaya untuk menciptakan peluang baru atau menyelesaikan masalah dengan pendekatan baru. Mereka berharap ada yang berani mencoba menyelesaikannya, namun ketika belum berhasil mereka malah mengejek. Ketika keadaan berbalik semua menjadi terbalik dengan cepat pula. Ketahanan anda diuji pada kondisi seperti ini. Akhirnya kesuksesan dapat anda raih bila anda mampu bertahan dengan kreativitas yang terus anda pelihara ketika keadaan tidak mendukung anda sama sekali.
0 komentar:
Posting Komentar